Judul : Suara Siapa yang Kita Dengar?
_Dunia dibangun dari cerita. Tapi tidak semua orang punya kesempatan yang sama untuk menceritakan.
Kita hidup dalam sejarah yang sebagian besar ditulis oleh pemenang, diceritakan oleh yang punya pena, disahkan oleh yang duduk di kursi yang tinggi.
Tapi suara siapa yang kita dengar?
Dan lebih penting:
suara siapa yang kita abaikan?
Banyak yang tak bersuara bukan karena tak punya kata, tapi karena tak diberi ruang.
Banyak yang diam bukan karena tidak tahu, tapi karena mereka telah diajari bahwa pengetahuan itu milik segelintir.
Bahwa untuk boleh bicara, kau harus sekolah tinggi. Harus berbicara rapi. Harus mencatat dalam format yang “diakui”.
Tapi bagaimana dengan yang tak menulis, tapi hidupnya adalah buku?
Bagaimana dengan ibu-ibu di pasar yang tau lebih banyak tentang ketahanan hidup daripada ratusan makalah?
Atau nelayan yang bisa membaca gelombang lebih baik dari para insinyur?
Narasi adalah medan kuasa.
Dan kuasa menentukan:
siapa yang dipercaya, siapa yang diragukan, siapa yang diremehkan.
Seringkali, kita hanya mendengar suara yang disampaikan dengan cara yang kita kenal.
Padahal, ada hikmah dalam guman kata, ada sejarah dalam dongeng, ada kebenaran dalam tangis, dalam tarian, dalam tenun budaya.
Pertanyaan bagi kita bukan hanya: siapa yang bersuara?
Tapi juga:
apakah kita mendengarkan?
Diam bisa jadi tanda hormat. Tapi bisa juga tanda takut.
Bisa karena sadar diri, tapi bisa juga karena dibungkam terus-menerus hingga lupa bahwa ia pun berhak bicara.
Dan kita yang sudah diberi ruang—apakah membuka pintu bagi yang lain?
Atau kita justru menjadi penjaga gerbang yang baru?
0 Komentar
Silahlan tulis komentar anda