_Menjadi Bukan Siapa-siapa
Tentang nilai kehadiran yang tak bernama
Dalam dunia yang bising dengan perkenalan dan pencapaian, menjadi bukan siapa-siapa sering dianggap kekalahan.
Kita diajari sejak kecil untuk jadi “seseorang”—orang penting, orang besar, orang yang dikenal. Tapi tak banyak yang bertanya: kenapa harus dikenal? Apa yang sebenarnya kita kejar ketika kita ingin jadi seseorang?
Di dalam ketenaran, ada sorotan. Tapi dalam sorotan, ada harga.
Harga dari kehilangan ruang sunyi, kehilangan keleluasaan untuk gagal, bahkan kehilangan kejujuran untuk jujur.
Karena semakin banyak mata yang memandang, semakin banyak peran yang harus dimainkan.
Menjadi bukan siapa-siapa bukan berarti tak berarti.
Itu bisa berarti kita tidak tergantung pada pengakuan luar.
Kita hadir sepenuhnya dalam peran kecil, dalam ruang yang tak tercatat sejarah, dalam langkah yang tak diabadikan kamera.
Lihatlah para penyapu jalan saat pagi,mereka bkerja sebelum dunia bangun, orang-orang yang tak pernah disebut tapi menjadi peran nyata sebab dunia ini tetap berjalan.
Mereka adalah ‘bukan siapa-siapa’ di mata publik, tapi mereka nyata, mereka penting, dan mereka bebas.
Kebebasan itu—menjadi bukan siapa-siapa—adalah ruang yang luas.
Di sana, kita bisa berpikir tanpa diburu sorak.
Kita bisa mencinta tanpa harus diumumkan.
Kita bisa memberi tanpa ingin dikenang.
Mungkin yang paling manusiawi justru terjadi di ruang-ruang sunyi , di antara orang-orang biasa, yang memilih menjalani hidup bukan untuk dilihat, tapi untuk dihayati.
Dan di sana, kita bisa menemukan sesuatu yang lebih jujur dari pencapaian:
ketulusan untuk hadir,
tanpa perlu nama.
0 Komentar
Silahlan tulis komentar anda